Selasa, 09 Oktober 2018

Malam Minggu Pertamaku: Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan


Bosan, jenuh ..
Itulah yang aku rasakan sekarang. Bingung harus melakukan aktivitas apalagi. Belajar? Oh yang benar saja, aku merasa lelah membaca buku sebelum-sebelumnya. Rasanya aku ingin mengistirahatkan otakku. Tidur, ya, tadinya aku mau melakukan itu setelah melakukan pekerjaan rumah yang melimpah ruah. Tapi anehnya malah gak bisa merem sama sekaliii cuuuy...
Hmmmm, memang sih, sedari dulu aku tidak pernah tidur siang dan sangat sulit untuk tidur siang. Akhirya aku gulingkan badan kekanan dan kekiri sambil mainin Hp, main Hago, lihat Line Today, lihat instagram dan aku tidak sengaja melihat postingan akun “Love Suroboyo” ada acara food festival di jalan tunjungan. Acara itu dibuka pukul 16:00-22:00. “hmmm, menarik. Kesana ah, tapi sama siapa?”
Aku hanya bisa menatap langit-langit kamar, memikirkan akan pergi dengan siapa. DAMN! Aku memutuskan mengajak siapapun yang ada dikontak WA ku. Orang pertama yang aku ajak adalah Ratih, sayangnya Ratih sibuk dengan tugas bahasa Inggrisnya. Aku menghubungi yang lain, yaitu Inas dan Uliz bersamaan. Sekitar 20 menit kemudian Uliz membalas
“aku pulkam yan. L
“okeee, sans liz..”
“iya, anak-anak kos-an cohe pulkam semua.” Hmmmm membaca pesan ini aku jadi paham. Awalnya aku ingin mengajak Fitri, Maratus, dan Naily-biasa dipanggil grup cohe-untuk pergi juga. Kemudian Aku mengajak Sienny, dan Munir. Dan untungnya, tidak lama mereka membalas, dan mereka memutuskan untuk pergi. Yes! Dan lagi, Inas juga ikut. Setelah percakapan panjang yang membahas kebingungan dia berangkat jam berapa.  Aku hendak beranjak dari kasur dan bersiap-siap, tiba-tiba ada pesan dari Munir.
“cowoknya aku tok?”
“iya”
“he ojok aku tok, sungkan aku”
“sek sek, tak carikan bolo”
Hmmm, akhirnya aku mengajak Mayan, Virgilius, dan Wasyiul. Mayan menjawab tidak dan Virgilius tidak membalas sama sekali. Sedangkan Wasyiul mengatakan Yes. Oke, aku segera sampaikan kepada Munir dan berkoordinasi dengan semua bahwa kita langsung saja ketemuan di Taman Apsari (awalnya).
-di Tunjungan-
Aku pergi dengan Siennya-seperti biasa-dia datang kerumahku diantar ibunya dan kami berangkat bersama. Kami bingung harus parkir dimana, akhirnya kami langsung menuju jalan Tunjungan dan parkir di gang diantara ruko-ruko. Usai memarkirkan motor kami berjalan dan memasuki bazar.
Aku berhenti sejenak dan mengambil handphone yang bergetar, itu pesan dari Mayan
“ian, kamu ndek jalan tunjungan bazar opo TP?”
“di bazar” balasku singkat
“aku jek tas teko wkwkwk. Ambe keluarga”
“deket panggung kita”
“aku otw runu” bunyi pesan terakhir dari Mayan.
Aku dan Sienny memutuskan untuk berjalan ke arah utara. Ternyata sudah sangat ramai dan penuh sesak. Sebuah pemandangan yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Tiang-tiang lamp berwarna kuning dan lampu gantung warna-warni menghiasi langit malam waktu itu. Gedung-gedung tinggi dengan lampu disekitarnya, aroma makanan dari setiap stand yang menggoda setiap orang untuk datang. Jalanan yang penuh dengan lautan manusia bahlan sapai trotoar, depan ruko banyak orang untuk duduk menikmati makanan yang mereka beli atau sekedar beristirahat. Ada juga bangku-bangku dan meja yang disediakan didekat stand, tapi itu sangat tidak memadai, setiap ada yang kosong langsung diduki yang lain.
Tak berapa lama kami berjalan, ternyata kami bertemu dengan Mayan. Ia mengenakan T-shirt hitam bagian lengan yang panjangnya ¾. Sedangkan bagian badannya berwana abu-abu gelap dipadukan dengan celana pendek  berwarna coklat muda.
“hei Mayaan! Ya ampuun kok bisa ketemu sama kamu.” Sienny terlihat sangat senang dan heboh bertemu dengan Mayan
“mau jare gak gelem budal” aku menimpali dengan nada sedikit mengejek
“ambe keluarga aku haha”
“endi lo keluargamu?” tanyaku sembari celingukan ke kanan dan kekiri
“nang kono, ngertilah ibu-ibu lek keluar cari apa. hehehe”
“yawes, ayuk jalan yuk. Jangan ditengah-tengah gini” ajak ku kepada mereka
“eh sek sek ikilo gk pengen tuku iki taa?” dia menunjuk ke stan yang menjual donat. Aku merasa tidak tertarik melihat donatnya, donat yang dijual ada dua jenis ada yang warna hitam dan ada yang berwarna putih.
“gak ah, gak kepingin aku”
“sini, tak tukokno kok” seketika itu membuat aku dan Sienny terkejut
“wee dibayari Mayan. Ngimpi opo aku mbok bayari May.. may.. ” Ejek Sienny
“jare gk duwe duwit...?!” aku tidak mau kalah mengejeknya
Mayan hanya membalasnya dengan tertawa
Akhirnya kami membeli donat yang berwarna hitam satu dus yang berisi 6 donat plus gula halus. Diameter donat itu kira-kira 10 cm, harga untuk satu dus Rp 30.000,-
“eh cari tempat duduk yuk” ajak Sienny
“dimana, situ ta?” aku menunjuk kesisi kanan jalan di depan ruko-ruko. Ada space untuk kita duduk. Akhirnya kami pergi kesana dan duduk sembari menikmati donat traktiran dari Mayan.
“kok, tawar?” aku memberi gula halus pada donatku, tapi ternyata sama saja rasanya tidak terlalu manis-cenderung tawar. Kami menikmati menghabiskan donat masing-masing. Mayan malah sudah menghabiskan 2 donat.
“awakmu seneng es gak?”(kamu suka es nggak?) tanya Mayan pada Sienny
“es opo?” (es apa?)
“es kotak ikulo. Lek arep tak tukokno”(yang es kotak itulo. Kalo mau aku belikan)
“weee, haduuh ditraktir Mayan maneh rek” (wee ditraktir Mayan lagi rek)
“awakmu yo gak yan?” (kamu juga ta yan?)
“nggk deh, aku mau beli air putih aja”
“loalah, gakonok yan. Engkuk ae lo” (loalah, gak ada yan. Nanti aja)
“yaudah, aku cari sendiri aja. Kamu belio es, aku cari air. ayok”
Kami pergi meninggalkan Sienny dan berjalan membeli es. Ternyata disamping orang menjual es ada yang jual air putih. Aku sudah mendapatkan air putih, tapi Mayan dan Sienny tidak jadi membeli es karena hanya tersisa 1 rasa-kacang ijo-dan mereka tidak suka.
Akhirnya kami melanjutkan berjalan dan melihat menu-menu makanan di setiap stand. Hingga hampir sampai ujung pintu masuk kami tidak menemukan makanan yang ingin kami makan. Sebenarnya kami ingin mencari makanan berat, alias yang mengenyangkan perut. Dan kami putar arah. Kadang kami berjalan dengan lenggang kadang penuh dengan sesak dan srondol-srondolan. Apalagi saat kami berjalan di area sekitar panggung, benar-benar sesak dan dorong-dorongan.
“santai dong. Gak usah dorong-dorong bisa kali. Kalo waktunya jalan ya jalan biasa aja.” Batinku yang sedikit kesal. Aku hampir tertinggal dengan Sienny dan Mayan. Mereka ada mendahuluiku dan aku terdesak oleh orang-orang yang berebut jalan ditengah panggung.
“wwuuh hah” lega rasanya bisa keluar dari kerumunan orang-orang. Kami berjalan kembali, yang kemudian ada salah satu stand yang membuat kami tertarik. Ada stand yang menjual semacam kimchi-pikirku dan Sienny-tapi itu capcay bagi Mayan. Disisi kiri stand ada orang menjual pecel dan rice box.
Aku dan Sienny tertarik untum membelinya. Kami memesan menu yang hampir sama, Sienny rice box lauk telur ceplok dan sate ati dengan saus blackpaper sedangkan diriku memesan rice box lauk telur ceplok dan sate udang dengan saus blackpaper, lalu Mayan pergi ke stand Capcay yang tadi. Tapi kemudian dia berubah pikiran dan memesan rice box sepertiaku dan sienny.
Dan lagi, kami makan di pinggir jalan. Lebih tepatnya duduk di tepi trotoar. Hmmm... lumayan lah menurutku rasanya, porsinya juga cukup untuk race box seharga Rp 15.000,-
Seusai kami makan, kami menunggu teman kami Inas. Inas bilang kalau dia sudah di jalan Tunjungan, tapi dia belum bertemu kami. Akhirnya kami memutuskan menunggunya dan menelponnya. Setelah sekitar 15 menit, kami bertemu dengan Inas.
“hai Inas!” aku bersorak keras memanggilnya
“yey, akhirnya Inas datang!” sahut Siennya.
“loh kok ada Mayan?” tanya Inas bingung.
“aku lapar, kalian udah makan?” tanya Inas pada kami
“barusan selesai makan. hehehe” jawabku
“eh, foto yuk. Kita pamer ke Wasyiul. hihi” aku mengambil HP Dan, cekrek langsung send ke Wasyiul. “Inas, kamu sibuk telpon siapa sih. Kan sudah ketemu disini, masih aja telponan” godaku
“ini lo telpon temenmu. Munir, sama Ratih sama Mbak Tri tuh kesini.”
“ohya?” aku dan Sienny saling terkejut.
“iya, jadi tadi pas Munir gak jadi sama Wasyiul dia ngajak Ratih sama mbk Tri. Katanya udah sampai, tapi ndk tahu mereka disebelah mana. haha”
“ooh gituuu”
Cukup lama kami menunggu, sekitar 15 menitan. Sampai akhirnya Mayan harus pamit pulang duluan karena sudah diajak keluarganya.
“aku pamit pulang dulu ya rek. Wes di suruh balik soale. hehe”
“loh kok duluan” sahut Inas
“iyo, wes kesuwen ngenteni ahaha...”
“yawes, duluan ya rek. Suwon rek”
“iya may, kita yo suwon lo wes ditraktir ahahaha”
“haha sipsip. Malam minggu selanjutnya agendakan lagi lur. ahaha” ucap Mayan sambil berjalan menjauh
21:00
Malam semakin larut
Munir dan yang lain belum menemukan kami.
“mereka dimana si?” tanyaku sudah tidak sabar
“di panggung katanya, tapi mereka gak tahu harus jalan kemana”
“kita susul mereka aja deh yuk.” Ajakku dan aku menarik Inas dan menyuruh Sienny untuk tetap diam, jaga-jaga nanti kalau mereka menemukan posisi Sienny.
Aku dan Inas mencari cari mereka disekitar panggung. Sungguh sangat sulit mencari orang ditengah keramaian seperti ini. Setelah berputar putar disekitar panggung, inas mendapat kabar kalau Munirdan yang lain sudah bertemu dengan Sienny.
“huaaa.. haai!!” seruku heboh dari jarak 1 meter dari mereka.
“katanya gak mau ikut, mau ngerjakan tugas dulu” aku menepuk bahu Ratih
“hehehe” cengir Ratih
“ayok jalan, cari makan. Laper aku.” Ajak Inas yang sudah menahan laparnya sedari tadi
Kali ini, kami berjalan kearah selatan. Sudah banyak stand yang akan tutup dan hampir habis menunya. Tak terasa kami berjalan sampai ujung dari bazar yang tepat didepan gedung hotel Majapahit. Kami memutuskan untuk foto-foto bersama sejenak, kemudian unir dan Inas memutuskan membeli nasi kuning. Kami duduk di depan ruko dan berbincang-bincang ringan. Membuat kami semakin akrab dan saling tertawa satu sama lain.
LHAP! Tiba-tiba lampu di samping ruko mati.        
“loh wes, tanda-tanda dikongkon ndang balik iki” sahut mbak Tri
“ahahaha, ayo wes balik rek” tambah Munir
“wes ta ngene tok iki? Ngenteni kalian suwi-suwi mek ngene tok?” gurau Sienny
Aku dan Sienny berbelok ke tempat parkiran kami duluan, dan yang lain berjalan lurus menuju siola. Kami saling melambaikan tangan “ati-ati yo rek. Suwon-suwon” salam terakhir dariku menutup malam minggu kala itu.
Benar-benar malam minggu pertama yang mengasyikkan. Dan untuk pertama kalinya mengunjungi acara mlaku-mlaku nang Tunjungan. Aku berharap, akan ada cerita malam minggu lainnya yang tak kalah seru.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar