Rabu, 31 Oktober 2018

SANG PELUKA DAN SANG PANGERAN


aku tidak membenci
aku hanya menyesali
sikap bodohku tiada habisnya
aku tidak tahu apa yang dia pikirkan
kini aku hanya menyusun puing-puing kehidupan
yang telah dihancurkan oleh dia
aku pun tidak marah
untuk apa aku marah pada takdir
karena aku yakin setiap takdir memiliki rahasia
justru aku sangat berterimakasih padamu
sejak cerita kita berakhir
walaupun berakhir dengan sangat buruk
ada beberapa hal yang aku pahami
aku tidak perlu berada didekatmu untuk mencintaimu
aku cukup melihat mu tertawa bahagia
maka aku akan merasa bahagia jua
aku belajar arti mengikhlaskan 
walaupun hati tersayat
terimakasih
terimakasih
dan ribuan terimakasih
untukmu sang peluka sekaligus sang pangeran


tenggelam dalam samudra
tertutup karang hitam 
sulit dikenal
hanya orang pandai yang tahu
sulit dijangkau
karena ia begitu terlindungi
wujud luarnya berlumpur
namun bagian dalamnya begitu istimewa

Sabtu, 13 Oktober 2018

Lembaran Baru


Melupakan sebuah kenangan yang pernah ada adalah dengan membuat sebuah kenangan baru.  Membuka lembaran baru dan membuat sebuah cerita baru.  Sebuah cerita yang jauh lebih baik dari sebelumnya.  Jangan sampai ada sebuah kesalahan yang sama, seperti di masa lalu.  Sisipkan cerita lama hanya sebagai pengingat. Tidak untuk dirasakan kembali dan terhanyut di dalamnya. Bodoh bila ada orang yang seperti itu.  Dan kini aku pun belajar untuk membuat sebuah cerita baru.  Walaupun aku sendiri belum tahu akan seperti apa jadinya.  

Aku mencoba memaafkan kejadian di masa lalu.  Tidak ada yang perlu di salahkan.  Karena semua berjalan sesuai takdir dan ada masanya. Iya,  setiap cerita selalu diiringi dengan waktu.  Selalu ada waktu kapan dimulai dan diakhiri. Maafkan keegoisanku, egois mencintaimu seorang diri. Hingga aku melakukan sebuah cara yang tak kau sukai. Aku mencoba memahami posisimu saat ini.  Dan benar,  jika aku ada diposisimu.  Aku akan mengambil langkah yang sama.  Hanya saja caranya berbeda.  Kau bisa mengatakannya dengan tegas.  Tapi aku, secara perlahan.  

Pasti sulit. Membuat cerita baru,  namun masih ada yang dicintai di cerita lama.  Tapi aku berusaha sebaik mungkin,  agar nanti aku tidak kecewa dan mengecewakan orang-orang disekitarku.  Aku selalu mendoakan agar kau bahagia. Aku berharap kau sehat selalu.  Jaga ibumu dengan baik dan jangan lupa doakan ayahmu semoga dijauhkan dari siksa kubur.  Meski kau dengan orang yang berbeda agama saat ini,  jangan tinggalkan shalatmu. Tidak,  aku tidak melarang atau tidak suka.  Hanya mengingatkan,  dan asal kau tahu, aku bahagia saat melihatmu bahagia.  Bagiku itulah caraku mencintaimu.  

Selasa, 09 Oktober 2018

Malam Minggu Pertamaku: Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan


Bosan, jenuh ..
Itulah yang aku rasakan sekarang. Bingung harus melakukan aktivitas apalagi. Belajar? Oh yang benar saja, aku merasa lelah membaca buku sebelum-sebelumnya. Rasanya aku ingin mengistirahatkan otakku. Tidur, ya, tadinya aku mau melakukan itu setelah melakukan pekerjaan rumah yang melimpah ruah. Tapi anehnya malah gak bisa merem sama sekaliii cuuuy...
Hmmmm, memang sih, sedari dulu aku tidak pernah tidur siang dan sangat sulit untuk tidur siang. Akhirya aku gulingkan badan kekanan dan kekiri sambil mainin Hp, main Hago, lihat Line Today, lihat instagram dan aku tidak sengaja melihat postingan akun “Love Suroboyo” ada acara food festival di jalan tunjungan. Acara itu dibuka pukul 16:00-22:00. “hmmm, menarik. Kesana ah, tapi sama siapa?”
Aku hanya bisa menatap langit-langit kamar, memikirkan akan pergi dengan siapa. DAMN! Aku memutuskan mengajak siapapun yang ada dikontak WA ku. Orang pertama yang aku ajak adalah Ratih, sayangnya Ratih sibuk dengan tugas bahasa Inggrisnya. Aku menghubungi yang lain, yaitu Inas dan Uliz bersamaan. Sekitar 20 menit kemudian Uliz membalas
“aku pulkam yan. L
“okeee, sans liz..”
“iya, anak-anak kos-an cohe pulkam semua.” Hmmmm membaca pesan ini aku jadi paham. Awalnya aku ingin mengajak Fitri, Maratus, dan Naily-biasa dipanggil grup cohe-untuk pergi juga. Kemudian Aku mengajak Sienny, dan Munir. Dan untungnya, tidak lama mereka membalas, dan mereka memutuskan untuk pergi. Yes! Dan lagi, Inas juga ikut. Setelah percakapan panjang yang membahas kebingungan dia berangkat jam berapa.  Aku hendak beranjak dari kasur dan bersiap-siap, tiba-tiba ada pesan dari Munir.
“cowoknya aku tok?”
“iya”
“he ojok aku tok, sungkan aku”
“sek sek, tak carikan bolo”
Hmmm, akhirnya aku mengajak Mayan, Virgilius, dan Wasyiul. Mayan menjawab tidak dan Virgilius tidak membalas sama sekali. Sedangkan Wasyiul mengatakan Yes. Oke, aku segera sampaikan kepada Munir dan berkoordinasi dengan semua bahwa kita langsung saja ketemuan di Taman Apsari (awalnya).
-di Tunjungan-
Aku pergi dengan Siennya-seperti biasa-dia datang kerumahku diantar ibunya dan kami berangkat bersama. Kami bingung harus parkir dimana, akhirnya kami langsung menuju jalan Tunjungan dan parkir di gang diantara ruko-ruko. Usai memarkirkan motor kami berjalan dan memasuki bazar.
Aku berhenti sejenak dan mengambil handphone yang bergetar, itu pesan dari Mayan
“ian, kamu ndek jalan tunjungan bazar opo TP?”
“di bazar” balasku singkat
“aku jek tas teko wkwkwk. Ambe keluarga”
“deket panggung kita”
“aku otw runu” bunyi pesan terakhir dari Mayan.
Aku dan Sienny memutuskan untuk berjalan ke arah utara. Ternyata sudah sangat ramai dan penuh sesak. Sebuah pemandangan yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Tiang-tiang lamp berwarna kuning dan lampu gantung warna-warni menghiasi langit malam waktu itu. Gedung-gedung tinggi dengan lampu disekitarnya, aroma makanan dari setiap stand yang menggoda setiap orang untuk datang. Jalanan yang penuh dengan lautan manusia bahlan sapai trotoar, depan ruko banyak orang untuk duduk menikmati makanan yang mereka beli atau sekedar beristirahat. Ada juga bangku-bangku dan meja yang disediakan didekat stand, tapi itu sangat tidak memadai, setiap ada yang kosong langsung diduki yang lain.
Tak berapa lama kami berjalan, ternyata kami bertemu dengan Mayan. Ia mengenakan T-shirt hitam bagian lengan yang panjangnya ¾. Sedangkan bagian badannya berwana abu-abu gelap dipadukan dengan celana pendek  berwarna coklat muda.
“hei Mayaan! Ya ampuun kok bisa ketemu sama kamu.” Sienny terlihat sangat senang dan heboh bertemu dengan Mayan
“mau jare gak gelem budal” aku menimpali dengan nada sedikit mengejek
“ambe keluarga aku haha”
“endi lo keluargamu?” tanyaku sembari celingukan ke kanan dan kekiri
“nang kono, ngertilah ibu-ibu lek keluar cari apa. hehehe”
“yawes, ayuk jalan yuk. Jangan ditengah-tengah gini” ajak ku kepada mereka
“eh sek sek ikilo gk pengen tuku iki taa?” dia menunjuk ke stan yang menjual donat. Aku merasa tidak tertarik melihat donatnya, donat yang dijual ada dua jenis ada yang warna hitam dan ada yang berwarna putih.
“gak ah, gak kepingin aku”
“sini, tak tukokno kok” seketika itu membuat aku dan Sienny terkejut
“wee dibayari Mayan. Ngimpi opo aku mbok bayari May.. may.. ” Ejek Sienny
“jare gk duwe duwit...?!” aku tidak mau kalah mengejeknya
Mayan hanya membalasnya dengan tertawa
Akhirnya kami membeli donat yang berwarna hitam satu dus yang berisi 6 donat plus gula halus. Diameter donat itu kira-kira 10 cm, harga untuk satu dus Rp 30.000,-
“eh cari tempat duduk yuk” ajak Sienny
“dimana, situ ta?” aku menunjuk kesisi kanan jalan di depan ruko-ruko. Ada space untuk kita duduk. Akhirnya kami pergi kesana dan duduk sembari menikmati donat traktiran dari Mayan.
“kok, tawar?” aku memberi gula halus pada donatku, tapi ternyata sama saja rasanya tidak terlalu manis-cenderung tawar. Kami menikmati menghabiskan donat masing-masing. Mayan malah sudah menghabiskan 2 donat.
“awakmu seneng es gak?”(kamu suka es nggak?) tanya Mayan pada Sienny
“es opo?” (es apa?)
“es kotak ikulo. Lek arep tak tukokno”(yang es kotak itulo. Kalo mau aku belikan)
“weee, haduuh ditraktir Mayan maneh rek” (wee ditraktir Mayan lagi rek)
“awakmu yo gak yan?” (kamu juga ta yan?)
“nggk deh, aku mau beli air putih aja”
“loalah, gakonok yan. Engkuk ae lo” (loalah, gak ada yan. Nanti aja)
“yaudah, aku cari sendiri aja. Kamu belio es, aku cari air. ayok”
Kami pergi meninggalkan Sienny dan berjalan membeli es. Ternyata disamping orang menjual es ada yang jual air putih. Aku sudah mendapatkan air putih, tapi Mayan dan Sienny tidak jadi membeli es karena hanya tersisa 1 rasa-kacang ijo-dan mereka tidak suka.
Akhirnya kami melanjutkan berjalan dan melihat menu-menu makanan di setiap stand. Hingga hampir sampai ujung pintu masuk kami tidak menemukan makanan yang ingin kami makan. Sebenarnya kami ingin mencari makanan berat, alias yang mengenyangkan perut. Dan kami putar arah. Kadang kami berjalan dengan lenggang kadang penuh dengan sesak dan srondol-srondolan. Apalagi saat kami berjalan di area sekitar panggung, benar-benar sesak dan dorong-dorongan.
“santai dong. Gak usah dorong-dorong bisa kali. Kalo waktunya jalan ya jalan biasa aja.” Batinku yang sedikit kesal. Aku hampir tertinggal dengan Sienny dan Mayan. Mereka ada mendahuluiku dan aku terdesak oleh orang-orang yang berebut jalan ditengah panggung.
“wwuuh hah” lega rasanya bisa keluar dari kerumunan orang-orang. Kami berjalan kembali, yang kemudian ada salah satu stand yang membuat kami tertarik. Ada stand yang menjual semacam kimchi-pikirku dan Sienny-tapi itu capcay bagi Mayan. Disisi kiri stand ada orang menjual pecel dan rice box.
Aku dan Sienny tertarik untum membelinya. Kami memesan menu yang hampir sama, Sienny rice box lauk telur ceplok dan sate ati dengan saus blackpaper sedangkan diriku memesan rice box lauk telur ceplok dan sate udang dengan saus blackpaper, lalu Mayan pergi ke stand Capcay yang tadi. Tapi kemudian dia berubah pikiran dan memesan rice box sepertiaku dan sienny.
Dan lagi, kami makan di pinggir jalan. Lebih tepatnya duduk di tepi trotoar. Hmmm... lumayan lah menurutku rasanya, porsinya juga cukup untuk race box seharga Rp 15.000,-
Seusai kami makan, kami menunggu teman kami Inas. Inas bilang kalau dia sudah di jalan Tunjungan, tapi dia belum bertemu kami. Akhirnya kami memutuskan menunggunya dan menelponnya. Setelah sekitar 15 menit, kami bertemu dengan Inas.
“hai Inas!” aku bersorak keras memanggilnya
“yey, akhirnya Inas datang!” sahut Siennya.
“loh kok ada Mayan?” tanya Inas bingung.
“aku lapar, kalian udah makan?” tanya Inas pada kami
“barusan selesai makan. hehehe” jawabku
“eh, foto yuk. Kita pamer ke Wasyiul. hihi” aku mengambil HP Dan, cekrek langsung send ke Wasyiul. “Inas, kamu sibuk telpon siapa sih. Kan sudah ketemu disini, masih aja telponan” godaku
“ini lo telpon temenmu. Munir, sama Ratih sama Mbak Tri tuh kesini.”
“ohya?” aku dan Sienny saling terkejut.
“iya, jadi tadi pas Munir gak jadi sama Wasyiul dia ngajak Ratih sama mbk Tri. Katanya udah sampai, tapi ndk tahu mereka disebelah mana. haha”
“ooh gituuu”
Cukup lama kami menunggu, sekitar 15 menitan. Sampai akhirnya Mayan harus pamit pulang duluan karena sudah diajak keluarganya.
“aku pamit pulang dulu ya rek. Wes di suruh balik soale. hehe”
“loh kok duluan” sahut Inas
“iyo, wes kesuwen ngenteni ahaha...”
“yawes, duluan ya rek. Suwon rek”
“iya may, kita yo suwon lo wes ditraktir ahahaha”
“haha sipsip. Malam minggu selanjutnya agendakan lagi lur. ahaha” ucap Mayan sambil berjalan menjauh
21:00
Malam semakin larut
Munir dan yang lain belum menemukan kami.
“mereka dimana si?” tanyaku sudah tidak sabar
“di panggung katanya, tapi mereka gak tahu harus jalan kemana”
“kita susul mereka aja deh yuk.” Ajakku dan aku menarik Inas dan menyuruh Sienny untuk tetap diam, jaga-jaga nanti kalau mereka menemukan posisi Sienny.
Aku dan Inas mencari cari mereka disekitar panggung. Sungguh sangat sulit mencari orang ditengah keramaian seperti ini. Setelah berputar putar disekitar panggung, inas mendapat kabar kalau Munirdan yang lain sudah bertemu dengan Sienny.
“huaaa.. haai!!” seruku heboh dari jarak 1 meter dari mereka.
“katanya gak mau ikut, mau ngerjakan tugas dulu” aku menepuk bahu Ratih
“hehehe” cengir Ratih
“ayok jalan, cari makan. Laper aku.” Ajak Inas yang sudah menahan laparnya sedari tadi
Kali ini, kami berjalan kearah selatan. Sudah banyak stand yang akan tutup dan hampir habis menunya. Tak terasa kami berjalan sampai ujung dari bazar yang tepat didepan gedung hotel Majapahit. Kami memutuskan untuk foto-foto bersama sejenak, kemudian unir dan Inas memutuskan membeli nasi kuning. Kami duduk di depan ruko dan berbincang-bincang ringan. Membuat kami semakin akrab dan saling tertawa satu sama lain.
LHAP! Tiba-tiba lampu di samping ruko mati.        
“loh wes, tanda-tanda dikongkon ndang balik iki” sahut mbak Tri
“ahahaha, ayo wes balik rek” tambah Munir
“wes ta ngene tok iki? Ngenteni kalian suwi-suwi mek ngene tok?” gurau Sienny
Aku dan Sienny berbelok ke tempat parkiran kami duluan, dan yang lain berjalan lurus menuju siola. Kami saling melambaikan tangan “ati-ati yo rek. Suwon-suwon” salam terakhir dariku menutup malam minggu kala itu.
Benar-benar malam minggu pertama yang mengasyikkan. Dan untuk pertama kalinya mengunjungi acara mlaku-mlaku nang Tunjungan. Aku berharap, akan ada cerita malam minggu lainnya yang tak kalah seru.


Minggu, 07 Oktober 2018

LARI MARATHON DAN CERITA CINTA TULUS



Hidup merupakan sebuah perjalanan panjang seseorang yang harus dijalani di dunia ini. Dimana setiap jalan yang dilalui akan menemukan banyak hal-hal baru yang membuat sesorang belajar dan memahaminya, dan mungkin sesekali menengok kebelakang untuk melihat sudah berapa jauh melangkah, sudah berapa banyak hal yang dilakukan, apakah sudah cukup baik ataukah ada yang harus diperbaiki agar mudah melakukan perjalanan kedepannya. Dan menurutku hidup itu seperti kita lari marathon 26,2 mil, tujuannya adalah mencapai garis finish yaitu mimpi yang diharapkan. Akan tetapi, tidak semudah itu menuju garis finish itu. Kita memiliki banyak pesaing, banyak pelari marathon lainnya yang ingin sampai garis finish terlebih dahulu. Selain itu, selama perjalanan tiba-tiba bertemu dengan hal yang tak terduga. Misalnya saja kamu melihat seorang anak kecil diujung jalan lain menangis seorang diri. Kau menghampirinya, dan ternyata anak itu tersesat dan tidak menemukan orangtuanya. Dan kau memilih untuk menolongnya dan membantunya menemukan orangtuanya. Sementara kau melupakan lari marathonmu, kau merasa anak kecil itu lebih butuh bantuanmu saat itu. Sedangkan pelari yang lain tetap melaju dan menyalip kedudukanmu. Kau kembali berlari, dan baru beberapa meter berlari kau melihat pelari lain terjatuh. Kau membantunya berdiri dan menuntunnya. Usianya lebih tua 5 tahun darimu kira-kira, selama perjalanan kau menuntunnya ia bercerita bahwa ia hidup seorang diri saat ini. Istrinya sudah meninggalkannya 2 tahun lalu karena penyakit kanker dan ia belum memiliki anak.
“dulu sewaktu muda, aku dan istriku sangat suka lomba marathon. Bahkan aku ikut marathon pertama kali karena diajak olehnya. haha” bapak itu tertawa mengingat kenangan indah bersama istrinya.
“bapak saat ini tinggal seorang diri?”
“heuumm... untungnya aku memiliki keponakan yang sangat perhatian denganku. Aku sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Tapiii, dia masih memiliki orang tua...” bapak itu melepas rangkulanmu dan duduk dibangku yang ada di sisi kanan jalan
“aku dengan kakakku selisih 13 tahun, dia menikah sejak usia 25 tahun. Ia lebih beruntung ketimbang diriku, pada saat usia pernikahannya 1 tahun istrinya mengandung dan sudah berusia 5 bulan. Walaupun terpaut jauh, aku dan kakakku sangat dekat, kami selalu berbagi cerita.” Bapak itu mendongak menatapmu yang berdiri tegap disampingnya.
“bapak juga beruntung memiliki kakak yang sebaik beliau. Saya pasti senang jika mengenalnya”
“haha, kau ini. Sudah jarang aku temui anak muda yang begitu sopan dan peduli dengan orang tua seperti diriku ini”
“eumm... bapak mau lanjut lari lagi?”
“haaah, iyaiya aku harus lanjut lari....” bapak itu beridiri dan menepuk pundakmu tanda untuk pergi berlari lagi
“kalau saya boleh tahu, kenapa bapak ikut lari marathon lagi? Mohon maaf pak sebelumnya kalau saya lancang”
“yaah, ini aku lakukan demi mimpi istriku. Sebelum dia meninggal, dia pernah bercerita ingin lomba lari marathon lagi jika nanti dia sudah baikan. Tapi sayangnya, kondisinya selalu memburuk. Setiap hari semakin turun sampai akhirnya dia pesimis dan menyerah.” Mata bapak itu tampak sedih. Dan kaupun merasa tak enak hati. “maafkan saya pak, saya membuat bapak teringat dengan kenangan seih itu”
“aaah, tidaak.. aku sudah ikhlas dengan kepergian istriku” senyum dibibir bapak itu begitu tulus
“ngomong-ngomong, siapa namamu nak? Sedari tadi kita berbincang tanpa saling kenal”
“oh, maafkan pak. Saya lupa, Saya Lucy Anastashya.” Kau menyalami tangan sedikit keriput di sampingmu dan bibir merah alamimu melengkung dengan sudut sempurna.
“Hai Lucy, panggil saja aku Pak Broto. Saya senang bisa bertemu gadis semanis kamu. Andai saja keponakan ku bisa bertemu gadis sepertimu. Sayangnya, hari ini dia tidak datang karena ia masih diluar negeri untuk menyelsaikan studi S2nya.”
“ahaha, mungkin jika ada kesempatan untuk saya bertemu dengan pak Broto lagi bisa diajak menemui keponakan bapak”
“ahahaha, baiklah. Nanti ditempat istirahat mari bertukar nomor handphone” Pak Broto mengangkat sebelah alisnya yang kemudian kau balas dengan anggukan mantap.
Sekitar 10 menit lagi menuju garis finish, Pak Broto semakin cepat berlari. Entah kenapa, saat kau melihat sekitar hanya ada 2 orang didepan, dan terdapat 2 orang lainnya dibelakang pada jarak 500m.
Kau tidak sadar selama berbincang dengan pak Broto sembari berlarian dengan kecepatan sedang dan banyak pelari lain yang berjalan karena tidak kuat untuk berlari.  Kau melihat kearah pak Broto, wajah semakin berseri saat semakin dekat dengan garis finish. Kau bisa saja meninggalkannya dan menyalip dua orang lain didepan dan menjadi juara pertama. Tapi, yang kau lakukan adalah memperlambat langkah kakimu. Membiarkan Pak Broto menyentuh garis finish lebih dulu, dan memberikan kedudukan juara ketiga kepada beliau.
“akhirnya, mimpi istriku untuk mendapatkan piala lari marathon sudah berhasil aku wujudkan. Terimakasih Lucy, jika saat itu kamu tidak membantuku berdiri dan menuntunku mungkin piala ini berada ditangan orang lain” pak Broto terlihat sangat bahagia, sampai-sampai beliau menangis terharu. 
“saya juga senang membantu bapak, saya bisa mengenal dan mendengarkan cerita cinta tulus bapak dengan istri bapak. Jadi, saya ingin mewujudkan mimpi istri bapak.” Pak Broto kembali memelukmu dan mencium keningmu.
“huwaaaa!!! Selamat paman!” kau kaget sekonyong-konyongnya, begitupun Pak Broto. Bukannya marah, Pak Broto malah terlihat lebih bahagia dan memeluk orang yang mengagetkanmu dengan beliau tadi.
Ternyata dia seorang pria yang tampak sebaya denganmu, dia tidak datang sendiri. Ada satu orang bapak-bapak yang tampak seusia dengan Pak Broto. Satunya lagi seorang perempuan yang tampak berusia 10 tahun lebih tua dari pemuda itu dan ia sedang menggendong anak kecil. Dan ternyata anak kecil yang digendongnya adalah anak yang kau tolong untuk menemukan orangtuanya tadi. Tadi kau tidak seberapa memperhatikan wajah orang tuanya dan perempuan tadi memakai masker.
“ah iya, ini dia kenalkan Lucy Anastasya. Lucy ini adalah adik saya dan istrinya, dan dia adalah keponakan yang saya ceritakan tadi. Ternyata dia memberi saya kejutan hari ini. hahaha”
Kami semua tertawa dan aku menatap matanya. Pemuda itu lebih tinggi 5 cm diatasku, matanya coklat tua, entahlah ia pakai soflens atau tidak. Bagiku itu adalah mata yang indah dan penuh ketulusan. Aku bisa merasakannya, terutama pada saat tangan kami saling berjabat “Lucy Anastasya, panggil saja Lucy.”
“Aditya Dwi Purnama. Biasa dipanggil Adit. Terimakasih Lucy, berkat bantuanmu pamanku bisa mewujudkan impiannya. Dan setelah itu, paman harus beristirahat dan ini terakhir kali mengikuti lomba marathon” gayanya sangat lucu saat itu. Pak Broto hanya bisa angkat tangan dan mengalah dengan peraturan yang dibuat keponakannya saat itu. “Lucy, terimakasih juga kau sudah menemukan adikku. Kamu gadis yang cantik dan baik.”
Entah apa yang terjadi denganku saat itu, aku merasa waktu berhenti. Tubuhku tidak bisa aku gerakkan, bahkan bibirku untuk mengatakan A saja terasa sulit. Aku memegang jantungku, masih berdetak, tapi anehnya lebih kencang dari biasanya. Tidak biasanya seperti ini.
“Lucy!” suaranya mengagetkanku dan membuatku tersadar
“ah iya?” konyol sekali, rasanya ingin aku memukul diriku sendiri saat itu kenapa bertingkah sekonyol itu.
“boleh aku minta nomer teleponmu? Aku harap pertemuan kita tidak berakhir sampai disini saja.”
“ah iya boleh.” Aku mengetikkan nomor teleponku dengan cepat dan mengembalikan handphonenya kembali.
“terimakasih. Nanti malam aku akan meneloponmu.” Aku mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban.
Pak Broto yang sedari tadi sibuk bercerita dengan teman-temannya tiba-tiba berceletuk
“ayo, kita pergi makan untuk merayakan kemenangan ini”
“ah, maaf pak. Saya juga sudah ditunggu keluarga saya. Jadi, saya harus segera pamit juga. Permisi..” dan saat kau berbalik, kau melihat orang tuamu.
“jadi ini orang tua Lucy.. Ah, salam pak. Saya Broto, saya tadi bertemu dengan anak bapak dan saya kagum sekali dengannya. Dia sangat sopan dan pandai.” Pak Broto tiba-tiba menghampiri orang tuamu dan mengajak mereka untuk ikut makan bersama. Dan akhirnya, kita semua pergi makan bersama. Keluargamu dan keluargaku makan bersama, dan aku bisa lebih dekat lagi denganmu.

Selasa, 02 Oktober 2018

Indah Pada Waktunya

Rasa yang membelenggu selama berhari-hari itu membuat seseorang merasa tidak nyaman. Apalagi bila ia tidak tahu tentang apa yang dirasakannya saat itu. Setiap yang ia lakukan, apapun yang ia kerjakan, terasa hampa, hanya memberikan rasa lelah diujung penyelesaian. Sampai pada suatu hal yang membuat pikirannya terbuka, membuat mata hatinya terbuka. Ternyata selama ini memang ia yang salah. Kesalahan yang ada bukan karena apa yang ia lakukan. Tapi ia sadar, apa yang dilakukannya itu tidak ada tujuannya, tidak ada niat dan tekad yang sungguh-sungguh di dalamnya. Yang dilakukan sebatas menghilangkan rasa kekosongan, menghilangkan kegabutan yang menimbulkan rasa galau dan kesepian.

Sebuah kegiatan, apapun itu memang harus ada tujuannya, sehingga kita tahu apa manfaat yang kita peroleh dari tujuan itu. Saat merasa manfaat yang didapat akan luar biasa, maka muncullah niat dalam diri. bersungguh-sungguh dan penuh tekad untuk mendapatkan manfaat dari kegiatan itu. Dan jalan untuk mendapatkan manfaatnya itu tidak akan selalu mudah. Semakin besar manfaat yang ingin didapatkan maka semakin besar pula rintangannya. Persiapan rencana yang matang, cara untuk mendapatkannya, semua hal yang berkaitan harus dipertimbangkan dengan baik, agar benar-benar dapat menggapai manfaatnya itu.

Rencana dan strategi yang disusun dengan sebaik mungkin serta usaha sampai merelakan hal-hal tidak penting, merelakan waktu untuk diri sendiri, besar kemungkinan untuk menggapai manfaat yang kita inginkan. Akan tetapi, sebaik apapun rencana yang dibuat, segigih apapun usaha yang kita lakukan, masih ada faktor lain yang diperlukan. Faktor ini terlihat sangat kecil, tapi sangat besar dampaknya, sepele dilakukan tapi tanpa-Nya semua akan sia-sia. Iya, berdoa, doa yang tulus kepada-Nya, agar dimudahkan segala urusan. Ikhlas melakukan semuanya untuk ibadah kepada-Nya. Melakukan semua berdasarkan pada hati, agar tidak tergelincir dalam melakukan. Saat melakukan semua kegiatan dengan tujuan yang baik dan mengharap ridho-Nya, maka InsyaAllah semua akan lancar. Namun apabila hasilnya tidak sesuai harapan, janganlah berkecil hati. Masih banyak jalan menuju Roma. Dia pasti mempunyai cara lain untuk membantu mewujudkan tujuan itu. Yang Dia ingin lihat adalah kesabaran, keikhlasan, dan kegigihan yang kita miliki. Seberapa gigih kita untuk mendapatkannya,rasa  tidak mudah menyerah itulah yang ingin Tuhan lihat. InsyaAllah, semua akan indah pada waktunya dan Dia-lah yang Maha Mengetahui segala hal yang tidak diketahui manusia, bahkan malaikat-malaikatnya.